KecilkanSuara Radiomu. Penggagas Komunitas Seniman NU. Penulis Buku dan Naskah Drama. Aktif menulis opini di media daring dan luring. Sudah zaman iPhone 13, tetangga sebelah masih saja pakai radio. Alasannya nostalgia kebiasaan sebelum dijajah teknologi super cepat, selain lebih irit pengeluaran (kuota internet). Skip to content Tentang DKJPengurus HarianKomiteKontak Ulasan Pementasan “Suara Suara Mati” Ulasan Pementasan “Suara Suara Mati” Bagaimana pun sebuah pertunjukkan teater membutuhkan apreasiasi sekaligus pemikiran untuk pengembangannya. Istilah teater remaja dan amatir perlu diposisikan dengan tepat. Teater Cermin dengan fasilitas gedung yang kurang memadai serta pendanaan yang dapat dibilang minim untuk sebuah pertunjukkan sama dengan kelompok teater “remaja” umumnya telah menjadi “martir”. Namun dengan program pembinaan Komite Teater DKJ, diharapkan muncul grup-grup teater yang dapat tampil jauh lebih baik dan terencana. Di atas panggung proscenium Gelangang Remaja Jakarta Barat, setting pentas dengan meja, tempat tidur, dan beberapa dekorasi seadanya dapat dikatakan cukup membantu dalam menghadirkan suasana kenyataan teater di hadapan penonton. Namun naskah Suara Suara Mati karya Manuel Van ? –dalam katalog undangan– seharusnya drama pendek satu babak karya Manuel van Logem hanya mengalir sejauh kata-kata yang diucapkan, dengan istilah sutradara sendiri baru mengikuti text-book’, sebenarnya tidak lagi menjadi terbatas pada pembenaran bahkan apologi. Karena bagaimanapun, meminjam istilah yang dikemukakan salah satu penonton yang ikut dalam diskusi, sutradara dan aktor / pemain /pelakon wajib mempertanggungjawabkan apa yang ditampilkannya, yang dengan demikian, akan mempengaruhi kredibilitasnya. Sekadar alasan yang diliputi kerendahan hati barangkali ada tempat dan waktunya. Naskah drama pendek ini bercerita tentang “persahabatan yang jarang terjadi, sudah merupakan tri tunggal” antara seorang suami yang lumpuh dengan istri muda dan sahabatnya. Teks naskah ini saja dapat mengundang diskusi, misalnya bagaimana dengan tata bahasa dan terjemahan dari bahasa aslinya ke bahasa Indonesia. Suara-suara mati itu sendiri adalah simbol dari suara-suara anak mereka yang sudah mati, juga dari kesetiaan dan pergumulan pikiran dan perasaan diantara mereka sendiri. Naskah drama ini sangat menarik sebagai naskah drama bagi teater pemula tetapi juga untuk grup teater yang serius, mengingat dramaturgi naskah yang cukup menantang dalam pelakonannya. Lebih dari itu, drama ini juga dapat menjadi ajang pergumulan aktor. Seorang aktor dalam melakonkan “teater naskah realis” mau tak mau, suka tak suka, menyandarkan diri pada setiap teks’ yang ada; karena lebih dari itu adalah apa yang ada dibalik kata-kata text itu sendiri, yang lalu dapat menghadirkan sebuah drama. Melakonkan naskah saduran karya asing sebenarnya memiliki tantangan sendiri. Karena selain masalah terjemahan, ada banyak persoalan yang perlu dicermati, misalnya penafsiran dan adaptasi terhadap kondisi Indonesia. Pergelaran Teater Cermin kali ini terlihat belum sejauh itu, padahal masalah adaptasi kini menjadi sangat penting bagi naskah saduran yang akan menjadikan pertunjukan teater lebih menarik dan memikat sebagai ajang diskusi yang lebih mendalam dan bahkan dapat melibatkan banyak disiplin seni atau ilmu lainnya. Sebuah kelompok teater, bagaimanapun, dituntut untuk menampilkan sesuatu yang justru kini menjadi masalah baik lokal, nasional, dan internasional. Sutradara Anto Ristargi; apakah menyerahkan begitu saja pemahaman naskah kepada aktor, atau sejauh mana peran sutradara mendampingi lalu dapat mengolah adegan demi adegan pada setiap babak, yang dengan demikian mempermudah aktor memahaminya, dan dengan demikian menantang aktor melakonkannya di atas panggung? Buku kerja sutradara terang menjadi basis pemahaman dan perdebatan utama bagi sutradara, aktor, artistic director, bahkan stage manager, music director, dan umumnya semua staf. Peran sutradara dalam hal ini sangat penting motivator bagi aktor, problematika teknik lakon, dramaturgi; berdasarkan naskah. Penyutradaraan Anto Ristargi kiranya dapat lebih jauh lagi dalam penguasaannya atas naskah, blocking, dan pemeranan. Naskah adalah sumber permasalahan utama. Dan dari situ, berdasar pemilahan-pemilahan setiap babak, lalu dan terutama “adegan”, maka akan kita dapati bagaimana bangunan drama itu terbangun sejak awal hingga akhir. Pada bagian akhir kelemahan sutradara yang tak dapat menampilkan drama yang sesungguhnya, tak hanya menjadi masalah sutradara tetapi juga aktor; akan membuat penonton kecewa, apalagi bagi mereka yang telah mengetahui naskah drama yang ditontonnya. Dari diskusi yang terjadi, banyak penonton tidak merasakan drama yang sesungguhnya dari pagelaran Teater Cermin ini. Pelaku Lisa Ristargi, Aldy Saza, Yoss Parbu, Karsimin. Aktor teater naskah realis, lagi-lagi menyandarkan diri pada naskah. Boleh jadi teknik awal dengan menghapal naskah. Tetapi ketika aktor hadir di atas pentas, maka aktor akan menjadi seperti watak karakter. Ada beberapa teori yang dapat dipergunakan oleh aktor sejauh pemahaman dan interpretasi sutradara, dari kesepakatan yang ada dalam buku kerja sutradara. Di dalam teater, umumnya aktor adalah “lebih penting” dan menjadi pusat perhatian penonton. Lisa Ristargi telah berupaya maksimal menjadi perempuan yang menjadi korban “kesetiaan”. Jika sutradara menekankan pada “ ketika kesetiaan telah ternoda, maka kemudian ….” kesetiaan telah ternoda, maka seluruh bangunan interpretasi naskah sutradara bertumpu pada kesetiaan telah ternoda. Penghayatan dan permainan Lisa tak diragukan. Umumnya aktor Indonesia sangat menghayati peran, dan dapat mengekspresikannya dengan baik. Mungkin masalah kesadaran ruang saja dan teknik akting, misalnya bagaimana “membagi” ekspreasi pada lawan main tetapi juga sekaligus pada penonton. Demikian juga dengan aktor yang lain Aldy Saza, Yoss Parbu, Karsimin, ekspresi yang baik menjadi tak dapat dinikmati penonton, karena pada beberapa bagian membelakangi penonton. Profil dan membelakangi penonton memang menjadi “kesengajaan” pada beberapa teori akting, tetapi hal ini masih menjadi perdebatan penting. Aktor Teater Cermin, saya pikir, masih lebih perlu menghadapi penonton ketimbang membelakangi spektator. Masalah aktor setelah naskah, adalah bagaimana “mendagingkan” sastra teks, kata di atas panggung. Penghayatan secara internal tak dapat dipisahkan dengan ketrampilan tubuh yang luwes dan suara yang dapat mencapai relung-relung hati dan pikiran penonton. Lisa telah menunjukkan bakat yang cukup untuk ini, kendati memang beberapa masalah teknis seperti blocking dan suara intonasi, pitch masih perlu dilatih lebih baik lagi. Artistik Gie; musik Ary Bunga Camar; kostum; dan penata lampu; secara umum baik. Musik memang memiliki kekuatan yang luar biasa untuk turut membangun suasana. Tetapi keseluruhan musik menjadi begitu mencekam. Drama “Suara Suara Mati” dapat juga dikatakan sebagai suatu rangkaian bunyi yang dihasilkan alat musik dan suara kata-kata yang diucapkan aktor. Namun antara suara aktor dengan bunyi musik pada banyak adegan tidak sinkron menunjang dramaturgi naskah. Tidak semua bagian lakon kira saya, perlu diisi musik. Keheningan dan aktor yang diam tanpa suara bahkan “ tak berekspresi” sebenarnya perlu juga dan memang dimaksudkan juga dalam drama ini. Kostum biasanya untuk teater remaja jarang diperhatikan secara khusus selain umumnya memakai kostum yang ada, bukan merancangnya sendiri. Kostum untuk pagelaran kali ini memang tidak ada suatu rancangan khusus. Sebenarnya suatu rancangan kostum tidak mesti sesuatu yang sama sekali baru, tetapi kreativitas yang ada dapat membuat “perencanaan” menjadi bagian yang dipikirkan untuk sebuah pementasan. Penataan lampu yang lemah, yang hanya mengandalkan beberapa lampu pijar biasa akan menyulitkan semua bagian artistik pergelaran ini. Standar tata cahaya di dalam teater memang sangat tidak diperhatikan, padahal lampu dan penataannya sangat berperan besar. Bayangkan pemain yang sudah “berakting” baik tetapi tidak didukung cahaya dan penataannya, maka “akting” tersebut tidak sampai kepada penonton. Penataan lampu dengan gelatine’ warna yang tidak sesuai dan tidak tepat akan menghasilkan efek warna yang sama sekali bertentangan dengan maksud adegan. Lampu sebeng dan lampu kaki, sebenarnya standar cahaya yang mesti dimiliki oleh sebuah gedung teater, tetapi apakah ini lalu menjadi sebuah hal yang mustahil? Diskusi & Produksi Yang sangat menarik dan menjanjikan adalah Diskusi yang terjadi setelah pergelaran, dan pergelaran ini adalah Produksi XV Teater Cermin. Penonton tak beranjak tetapi memberikan komentar dan masukan. Suasana yang terjadi adalah seperti sebuah workshop dan sharing dalam sebuah gerakan teater. Hal ini sangat penting karena teater lalu bukan hanya menjadi sebuah tontonan, lalu penonton pulang, tetapi terjadi dialog dengan penonton. Tradisi diskusi ini sebenarnya tradisi teater timur di mana sifat konperensi sangat dominan. Sutradara dengan rendah hati menyatakan bahwa pergelaran ini masih dalam “proses pembelajaran”. Beberapa penonton secara terus terang mengatakan bahwa mereka tak dapat menangkap apa yang diinginkan naskah. Ada juga yang kecewa karena menilai sutradara tak dapat mempertanggungjawabkan pergelaran ini, di samping mendapat kesan sutradara tak mampu mengarahkan aktor. Kritik umumnya menyangkut penyutradaraan. Satu hal perlu dicatat adalah, pagelaran ini merupakan produksi ke-XV, berarti dapat dikatakan kelompok teater ini telah memiliki anggota yang cukup banyak. Pembinaan untuk kelompok teater ini sungguh penting mengingat jumlah produksi, jumlah anggota, dan produksi yang telah dilaksanakan. Untuk itu, penulis secara khusus menyarankan program pembinaan kelompok teater seperti berikut di bawah ini Saran. Moderator dan pendampingan INDRAJA dan GRJB perlu diacungi jempol. Moderator dalam diskusi telah dapat memfasilitasi dan menampung saran dan pendapat para penonton yang turut berdiskusi, sehingga sejak awal hingga akhir diskusi berjalan dengan lancar. Untuk itu semua acara ini telah berhasil baik dan dapat menjadi acuan untuk program teater selanjutnya. Saran • Pembinaan organisasi dan pengembangan produksi Kelemahan kelompok teater umumnya adalah organisasi dan produksi. Menyangkut masalah non-artistik, karena umumnya seniman tidak berorganisasi, sehingga masalah waktu, hubungan eksternal, hingga pendanaan menjadi terabaikan. Dengan pembinaan organisasi dan produksi dapat membuat kelompok teater sudah mempersiapkan rencana produksi bahkan untuk 1 -2 tahun ke depan. • Skrip naskah dan workshop artistic Kelompok teater juga lemah dalam pilihan naskah, karena kurang adanya pilihan kecuali dari Bank Naskah – DKJ, disamping memang sangat tergantung dari karya terjemahan yang ada. Naskah saduran bahasa Indonesia sebaiknya lebih dapat diutamakan, di luar dengan teknik pergelaran / artistiknya maupun pelakonan; tetapi apreasi atas naskah-naskah teater sangat penting untuk kelompok teater, – seperti Teater Cermin-, di mana pengenalan akan naskah, di luar dari kemudian akan mementaskannya, dapat membuat kelompok teater itu sendiri menjadi lebih aktif, misalnya dalam diskusi atau hal-hal terjemahan, yang pada gilirannya akan mempererat anggota kelompok teater itu sendiri lalu juga dengan masyarakat sekitar lokasi kelompok teater tersebut. Bersama itu pula, dengan diadakannya workshop teater dari pembinaan Komite Teater, yaitu menghadirkan beberapa praktisi yang berpengetahuan dan berpengalaman, baik dari kalangan akademisi maupun dari seniman teater senior, akan membangkitkan semangat kelompok teater remaja, di samping menambah pengetahuan dan wawasan teater kelompok tersebut. Workshop di sini dapat dalam rangka sebuah pementasan yang akan diselenggarakan oleh kelompok teater tersebut, namun juga dapat berupa workshop tersendiri untuk menambah pengetahuan dan pengalaman teater tersebut. Workshop yang terakhir ini akan memperluas wawasan dan membuat anggota kelompok teater dihadapkan pada sekian kemungkinan dan genre teater, dan kemudian mereka dapat memilihnya. Dapat pula workshop tersebut sesuai dengan permintaan kelompok teater tersebut. Misalnya workshop teater naskah realis dengan menampilkan pembimbing yang menguasai Teori Stanislavsky’ atau Brechtian’. • Sarana gedung Sebenarnya dengan adanya Gelanggang Remaja, bahkan juga dengan Pusat Diklat pada setiap bagian Walikota Jakarta, maka kelompok teater dapat berlatih dan membuat pergelaran. Sarana setiap Gelanggang tentunya tidak memadai karena umumnya untuk acara-acara bersifat umum bukan khusus untuk teater. Untuk itu, setiap GR mungkin dapat disediakan sendiri peralatan umum yang akan sangat membantu bagi pementasan teater, terutama lampu, foot-lamp, juga peralatan dekor. INDRAJA dalam hal ini dapat diharapkan menjadi tempat untuk pengaturan dan penyimpanannya. Demikianlah pengamatan singkat tentang Suara Suara Mati oleh Teater Cermin, dan saran untuk program Komite Teater DKJ, kiranya “proyek teater” ini dapat menjadi program berkelanjutan. Ulasan oleh Ronny P. About the Author DKJ Dewan Kesenian Jakarta DKJ adalah lembaga otonom yang dibentuk oleh masyarakat seniman dan untuk pertama kali dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 7 Juni 1968. DKJ bertugas sebagai mitra kerja gubernur untuk merumuskan kebijakan serta merencanakan berbagai program guna mendukung kegiatan dan pengembangan kehidupan kesenian di wilayah Jakarta. Related Posts Pelatih Vietnam U-16, Nguyen Quoc Tuan, menyinggung soal kejadian di Piala AFF U-19 lalu. Menurutnya insiden tersebut membuat timnas Indonesia U-16 punya motivasi lebih.. Sebagaimana diketahui, di Piala AFF U-19 2022 lalu, Vietnam dan Thailand dianggap main mata. Akibatnya tim Garuda Nusantara gagal lolos ke semifinal. ArticleFull-text availableSuara-Suara Islam dalam Surat Kabar dan Majalah Terbitan Awal Abad 20 di MinangkabauJanuary 2020 Buletin Al-Turas[...]Sastri SunartiAbstrak Tulisan ini menjelaskan tentang perkembangan pers di Sumatera seperti Palembang, Medan, Sibolga, Padang, dan Kota Raja di Aceh pada paruh kedua abad ke-19. Namun demikian, tulisan ini fokus pada daerah Padang yang menjadi pusat perniagaan yang dikelola oleh orang Eropa terutama Belanda dan Tionghoa. Selanjutnya, pada awal abad ke-20, para pengusaha pribumi mulai terlibat dalam bidang ... [Show full abstract] percetakan dan penerbitan, seperti surat kabar Alam Minangkerbau 1904, Perserikatan Orang Alam Minangkerbau OAM tahun 1911 milik orang pribumi asal Minangkabau. Mulai saat itu usaha di bidang percetakan dan penerbitan semakin berkembang di Sumatra. Usaha ini pun hingga memunculkan berbagai karakter dan kepentingan masyarakat pribumi terutama tentang suara-suara kelompok atau organisasi yang memperjuangkan nasib masyarakat miskin, tertindas, maupun yang kurang mendapatkan pengajaran. Sampai menjelang pertengahan abad ke-20 suara-suara masyarakat semakin tumbuh dan direpresentasikan melalui berbagai media cetak. Banyak yang mengusung tentang pentingnya pendidikan baik umum maupun agama di samping tentang periklanan dari perusahaan-perusahaan perkebunan. Maka dari perkembangan pers inilah tidak sedikit yang mengawali suara nasionalisme bangsa dari berbagai wilayah di Indonesia termasuk dari Sumatera. - Abstract This article explains about the development of press in Sumatera, such as Palembang, Medan, Sibloga, Padang, and Kota Raja in Aceh in the second half of 19th Century. However, it focuses on Padang as the center of commerce run by European especially Dutch, and Chinese. In addition, in the beginning of 20th Century, the indigenous petty bourgeoisie involved in printing and publishing sector, such as Alam Minangkerbau newspaper 1904, Perserikatan Orang Alam Minangkerbau OAM in 1911 owned by the local people from Minangkabau. Since then, printing and publishing business had been growing in Sumatera. The business brought various characteristics and also local people interests, especially the voices of groups or organization that fought for the poor, the oppressed people, and the ones who were lack of education access. Until the mid of 20th century, the voices of the people was growing and represented through variety of printed media. Many of them carried on the importance of education, both general and religious education, as well as advertising and plantation companies. This development of press brought the voice of nationalism from various region, including full-text BLORASUARAMERDEKA.COM - Khutbah Jumat menyambut awal tahun 2022 tentang pentingnya selalu mawas diri agar menjadi pribadi Muslim yang baik.. Tahun 2021 yang sudah kita tinggalkan patut dijadikan renungan atas apa yang telah dilakukan untuk kemudian diperbaiki di tahun baru ini.
Kudus, Rangkaian situasi saling memaksakan pembenaran menjadi kebenaran ditampilkan Teater Sokosiji dalam Pentas Produksi ke-3 dengan naskah Suara-suara Mati, karya Manuel van Loggem, terjemahan Sunarto Timur. Meski hanya sekedar kisah tentang konflik rumah tangga yang dibalut cinta segitiga. Namun secara lebih jauh naskah itu juga merefleksikan maraknya kebohongan yang seolah-olah dibuat menjadi kenyataan alias hoaks. Naskah karya dramawan sekaligus psikolog asal Belanda itu, dipentaskan di Halaman Kantor Persatuan Wartawan Indonesia PWI Kudus, Kamis malam 15 Agustus 2019. Mulanya, adegan dibuka dengan munculnya seorang istri yang dihantui suara bayinya yang sudah meninggal. Lampu padam, adegan beralih pada monitor komputer yang menimpalkan berita-berita di pagi hari. Kemudian masuklah seorang suami hingga kemunculan seorang sahabat. Ketiga tokoh juga terjalin hubungan persahabatan sejak lama. Namun pribadi-pribadi di antara mereka saling berbenturan karena mempertahankan keyakinan masing-masing. Mereka terperangkap rasa curiga dan cemburu sehingga akal sehat tak dapat lagi membedakan apa itu cinta dan benci. Sutradara pementasan Dhani Azzra mengatakan, sengaja memilih naskah Suara-suara Mati karena ingin menggambarkan kondisi sosial masyarakat saat ini. Karena rasa curiga dan cemburu, pembenaran menjadi alat yang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya dalam kontestasi politik, Pileg dan Pilpres April lalu. Kendati pemilu sudah rampung, menurut Dhani, yang menjadi persoalan adalah sikap saling menghalalkan berbagai cara jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk menarasikan kebohongan menjadi pembenaran. Sehingga masyarakat akan semakin sulit membedakan antara fakta dan informasi palsu. Pimpinan Produksi Teater Sokosiji MH Aditia menambahkan, dalam pementasan kali ini pihaknya bekerja sama dengan PWI Kudus. Sebab, pesan yang ingin disampaikan melalui naskah Suara-suara Mati juga selaras dengan gerakan literasi PWI terkait upaya menangkal hoaks. Setelah pementasan, acara juga diisi dengan diskusi bertema menyikapi hoaks lewat media seni. Roy Kusuma – RSK
Jakarta Batu bara luar biasa. Harga si batu hitam terus naik, setiap hari selalu tercipta rekor baru. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 167/ton. Melonjak nyaris 2% dan menyentuh rekor tertinggi setidaknya sejak 2008. Harga batu bara masih dalam tren bullish. Dalam sepekan terakhir, harga melesat hampir 10% Bocahberusia 13 tahun berinisial MG akhirnya buka suara terkait kematian tak wajar pemuda tersebut. Dikutip dari TribunJakarta.com, menurut penuturan MG, diduga korban dibunuh oleh sahabatnya sendiri bernama Tegar (20). MG baru berani mengatakan itu pada Rabu (19/1/2022) atau satu hari setelah peristiwa mencekam itu terjadi. 9Likes, 13 Comments - STIE INABA (@humasinaba) on Instagram: “Pementasan naskah "Suara-Suara Mati oleh Temma23, Rabu 23 Maret 2016 di kampus INABA. Good job” . 200 482 178 401 113 438 149 195

naskah suara suara mati